Menurut pandangan tradisi Roma Kuno, pertengahan bulan
Februari memang sudah dikenal sebagai periode cinta dan kesuburan. Dalam tarikh
kalender Athena kuno, periode antara pertengahan Januari dengan pertengahan
Februari disebut sebagai bulan Gamelion, yang dipersembahkan kepada pernikahan
suci Dewa Zeus dan Hera.
Di Roma kuno, 15 Februari dikenal sebagai hari raya
Lupercalia, yang merujuk kepada nama salah satu dewa bernama Lupercus, sang
dewa kesuburan. Dewa ini digambarkan sebagai laki-laki yang setengah telanjang
dan berpakaian kulit kambing.
Di zaman Roma Kuno, para pendeta tiap tanggal 15
Februari akan melakukan ritual penyembahan kepada Dewa Lupercus dengan
mempersembahkan korban berupa kambing kepada sang dewa. Setelah itu mereka
minum anggur dan akan lari-lari di jalan-jalan dalam kota Roma sambil membawa
potongan-potongan kulit domba dan menyentuh siapa pun yang mereka jumpai. Para
perempuan muda akan berebut untuk disentuh kulit kambing itu karena mereka
percaya bahwa sentuhan kulit kambing tersebut akan bisa mendatangkan kesuburan
bagi mereka. Sesuatu yang sangat dibanggakan di Roma kala itu.
Perayaan Lupercalia adalah rangkaian upacara pensucian
di masa Romawi Kuno yang berlangsung antara tanggal 13-18 Februari, di mana
pada tanggal 15 Februari mencapai puncaknya. Dua hari pertama (13-14 Februari),
dipersembahkan untuk dewi cinta (Queen of Feverish Love) bernama Juno
Februata.
Pada hari ini, para pemuda berkumpul dan mengundi
nama-nama gadis di dalam sebuah kotak. Lalu setiap pemuda dipersilakan
mengambil nama secara acak. Gadis yang namanya ke luar harus menjadi kekasihnya
selama setahun penuh untuk bersenang-senang dan menjadi obyek hiburan sang
pemuda yang memilihnya.
Keesokan harinya, 15 Februari, mereka ke kuil untuk
meminta perlindungan Dewa Lupercalia dari gangguan serigala. Selama upacara
ini, para lelaki muda melecut gadis-gadis dengan kulit binatang. Para perempuan
itu berebutan untuk bisa mendapat lecutan karena menganggap bahwa kian banyak
mendapat lecutan maka mereka akan bertambah cantik dan subur.
Ketika agama Kristen Katolik masuk Roma, mereka
mengadopsi upacara paganisme (berhala) ini dan mewarnainya dengan nuansa
Kristiani. Antara lain mereka mengganti nama-nama gadis dengan nama-nama Paus
atau Pastor. Di antara pendukungnya adalah Kaisar Konstantine dan Paus Gregory
I.
Agar lebih mendekatkan lagi pada ajaran Kristen, pada
496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi Hari Perayaan
Gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati Santo Valentine yang
kebetulan meninggal pada tanggal 14 Februari.
Tentang siapa sesungguhnya Santo Valentinus sendiri,
seperti telah disinggung di muka, para sejarawan masih berbeda pendapat. Saat
ini sekurangnya ada tiga nama Valentine yang meninggal pada 14 Februari.
Seorang di antaranya dilukiskan sebagai orang yang mati pada masa Romawi. Namun
ini pun tidak pernah ada penjelasan yang detil siapa sesungguhnya “St.
Valentine” termaksud, juga dengan kisahnya yang tidak pernah diketahui
ujung-pangkalnya karena tiap sumber mengisahkan cerita yang berbeda.
Menurut versi pertama, Kaisar Claudius II yang
memerintahkan Kerajaan Roma berang dan memerintahkan agar menangkap dan
memenjarakan Santo Valentine karena ia dengan berani menyatakan tuhannya adalah
Isa Al-Masih, sembari menolak menyembah tuhan-tuhannya orang Romawi.
Orang-orang yang bersimpati pada Santo Valentine lalu menulis surat dan
menaruhnya di terali penjaranya.
Versi kedua menceritakan, Kaisar Claudius II
menganggap tentara muda bujangan lebih tabah dan kuat di dalam medan peperangan
daripada orang yang menikah. Sebab itu kaisar lalu melarang para pemuda yang
menjadi tentara untuk menikah. Tindakan kaisar ini diam-diam mendapat tentangan
dari Santo Valentine dan ia secara diam-diam pula menikahkan banyak pemuda
hingga ia ketahuan dan ditangkap. Kaisar Cladius memutuskan hukuman gantung
bagi Santo Valentine. Eksekusi dilakukan pada tanggal 14 Februari 269 M.
. . . Valentine day adalah bagian dari budaya yang
bernuansa kekufuran dan kemusyrikan. . .
Beberapa versi beragam tentang sejarah asal muasal
valentine day di atas bisa ditemukan dalam buku ‘Valentine Day, Natal, Happy
New Year, April Mop, Hallowen: So What?”, karya Rizki Ridyasmara.
Menilik pada catatan sejarah valentine day tidak ada
yang pasti. Namun satu point penting yang bisa diambil, bahwa perayaan
valentine day memiliki hubungan erat dengan keyakinan yang ada pada agama kafir
dan musyrik. Valentine day adalah bagian dari budaya yang bernuansa kekufuran
dan kemusyrikan. Sehingga tak pantas seorang muslim, baik laki-laki maupun
perempuan, ikut merayakannya dan bersenang-senang dengannya. Dan siapa yang
nekad merayakannya, ia bisa terjerumus ke dalam kekufuran sebagaimana
keterangan hadits Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, “Siapa yang
menyerupai suatu kaum, ia bagian dari mereka.” Wallahu A’lam.
Terima Kasih atas Kunjungannya, Semoga Bermanfaat...
Terima Kasih Komentarnya...